Jumat, 26 Agustus 2011

Berpuasa Sambil Beribadah Ataukah Berpuasa Sambil Tidur...???


Berpuasa Sambil Beribadah Ataukah Berpuasa Sambil Tidur...???
            Banyak yang beranggapan bahwa tidur pada saat pelaksanaan ibadah puasa adalah ibadah, sekalipun ada keterangan agama yang menyebutkan bahwa tidurnya orang yang berpuasa ada juga pahalanya. Tetapi bukan berarti kalau berpuasa supaya tidur terus menerus pada waktu siangnya, dalam adab kesopanan berpuasa itu menunjukkan dan menggambarkan bahwa tidurnya orang berpuasa saja sudah berpahala apalagi jika digunakan untuk melaksanakan amal-amal yang shalih, seperti dengan membaca Al-Qur’an. Demikian juga halnya pada waktu malam hari hendaknya tidak memperbanyak makan seolah-olah tidak ada waktu untuk makan sekali lagi. Jadi mengenai tidur dan makan hendaknya sedang-sedang saja tidak terlalu berlebihan dan inilah yang dimaksud dengan iqtishad. Makna iqtishad ini tidak hanya terbatas pada tidur dan makan saja akan tetapi juga dalam segala hal seperti sedekah, jangan terlalu kikir atau juga jangan terlalu dermawan, berpakaian dan lain sebagainya. Makan dan minum hendaknya secukupnya saja cukuplah beberapa suapan saja sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan dahaga. Kalau terlalu banyak juga bisa menyebabkan penyakit, sebab lambung tak ubahnya dengan mesin penggiling. Makan secara sederhana dapat mendidik jiwa dan rohani kita, kesyahwatan terhadap apapun juga menjadi berkurang sekalipun itu halal hukumnya.
Rasa lapar dan kosongnya lambung atau perut akan memberikan bekas yang besar, yaitu menerangi hati nurani dengan cahaya kebenaran, menyemangatkan anggota tubuh untuk memperbanyak ijtihad beribadah dan mendorong nafsu yang senantiasa mengajak kepada jalan keburukan lalu dibelokkan kearah yang diridhai Allah SWT. Pokok pangkal dari keras kepala, kasarnya hati, teledor mengerjakan kewajiban, lalai pada apa yang diamanatkan, malas melakukan suatu keta’atan semuanya berpangkal dari kenyangnya perut. Rasulullah SAAW bersabda:
ما ملا ابن ادم وعاء شرا من بطنه بحسب ابن ادم لقمات يقمن صلبه فان كان لامحالة فثلث لطعامه و ثلث لشرابه وثلث لنفسه
Artinya: “ Tiada suatu wadahpun yang dipenuhi oleh anak Adam yakni manusia, yang lebih buruk dari pada perutnya. Cukuplah untuk anak Adam beberapa suapan saja asalkan sudah dapat menegakkan tulang rusuknya, tetapi kalau tidak boleh tidak harus makan melebihi beberapa suapan, maka sepertiga untuk tampat makanan, sepertiga untuk tempat minuman, sepertiga lagi untuk kejernihan jiwanya”.
Diantara ulama’ salaf shalih ada yang mengatakan:
اذا شبعت البطن جاعت جميع الجوارح واذا جاعت البطن شبعت جميع الجوارح
Artinya: “ Apabila kenyang perut maka laparlah anggota badan, dan apabila lapar perut maka kenyanglah seluruh anggota badan”.
Jikalau anggota badan itu lapar tentu menginginkan makanan, sedangkan makanannya harus disesuaikan dengan permintaan tidak berlebihan. Misalnya mata tentu ingin melihat sesuatu yang sifatnya menggembirakan, namun hendaknya mencari kesenangan yang sifatnya hal-hal yang diridhai Allah. Jika kenyang maka tenanglah dan kenyanglah anggota badan. Adapun maksud kenyangnya anggota badan misalnya kenyangnya lisan maka ia menginginkan berbicara, kenyangnya telinga ingin mendengar dan kenyangnya kemaluan tentu ingin persetubuhan. Hanya saja sayang sekali kekenyangannya itu selalu untuk hal-hal yang melanggar peraturan agama.
            Disamping itu juga hendaklah menjauhi perilaku tabdzir atau pemborosan karena hal tersebut merupakan perilaku syaithan. Nafsu yang dibiarkan merajalela akan berpengaruh besar pada kejiwaan. Seseorang yang bisa mengendalikan berarti sudah mau menjauhi kesyahwatan nafsu sekalipun halal hukumnya. Bukankah kita banyak melihat dan menyaksikan sendiri banyaknya orang-orang yang semakin meningkat perbelanjaan dapurnya ketika memasuki bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Inilah suatu rayuan dan bujukan syaithan yang berhasil masuk dan mengena dalam jiwa orang-orang tersebut, karena semata-mata syaithan dengki terhadap kaum muslimin. Manakala kita membaca riwayat kaum salaf shalih terdahulu, kiranya dapat kita bayangkan bagaimana adat istiadat mereka dalam sehari-harinya, yaitu memperkecil apa yang dibiasakan sehari-harinya baik dalam hal kesyahwatan maupun kelezatan duniawiyah, sebaliknya meningkatkan amaliyah-amaliyah shalihah untuk meraih kekhusu’an dalam bulan Ramadhan.
            Demikian juga halnya hendaklah tidak memperbanyak usaha dan daya upaya ataupun kerja yang berhubungan dengan masalah keduniaan, tetapi itupun juga dalam batas dan kadar waktu yang sekedar cukup untuk kepentingan diri dan keluarga sehingga tidak sampai meminta belas kasih sayang orang lain. Namun jika kondisi rumah tangga yang sudah baik, untuk belanja sudah mencukupi maka hendaknya urusan akhiratlah yang lebih dipentingkan. Hal ini memang sangat perlu diperhatikan bahwa kedudukan bulan Ramadhan dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain adalah sama halnya dengan kedudukan hari Jum’at dibandingkan dengan hari-hari yang lainnya. Dengan demikian akan bercahayalah hati orang-orang yang berpuasa.
Wallahua’lam bisshawab, semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar